“ 1...2...3... ! Mulai!” Aba-aba dari Petra untuk
memulai pertandingan panjat tebing di kampus. Ini adalah salah satu pertandingan bergengsi
di kampus. Di mana tak ada seorang pun
yang bisa mengalahkan sang juara bertahan, Adrian. Kali ini ada pemandangan berbeda dari
pertandingan biasanya. Seorang gadis mungil dengan rambut dikuncir kuda dan
tatapan tajamnya menjadi lawan Adrian. Mereka berdua saling memandang dan
melempar senyum sinis.
“ Aku kasih
kamu waktu satu menit untuk mundur. Kamu nggak akan mampu ngalahin aku.” Gertak
Adrian.
“ i didn’t take it from you.” Jawab gadis itu percaya
diri.
Pertandingan pun di mulai. Para mahasiswa mulai
berdatangan untuk menyaksikan pertandingan itu. Ada diantara mereka yang
menjadi suporter Adrian. Kebanyakan memang perempuan. Bagaimana tidak, Adrian adalah sosok mahasiswa
yang tampan, kaya,ramah, dan sangat populer. Mahir dalam olahraga panjat tebing
dan sepak bola.
Mereka berdua sangat cepat. Jarak mereka tidaklah
jauh. Semakin lama mereka saling bersebelahan. Mereka saling menatap tajam. Keringat
bercucuran dari wajah mereka. Mereka harus memperebutkan bendera kecil yang
tertancap di ujung tebing buatan itu. Semakin tinggi angin bertiup semakin
kencang.
Mereka berdua sudah dekat dengan posisi bendera
berada. Tiba-tiba tali pangkal gadis itu mulai mengendur dan terlepas. Gadis itu
mulai panik dan tangannya pun mulai bergetar.
Dia mencoba bertahan dan berusaha tenang. Adrian terkejut melihat tali
gadis itu terlepas. Adrian mencoba mengulurkan tangan pada gadis itu. Ia berusaha
membantu gadis itu. Gadis itu melepas satu tangannya dan berteriak untuk
melepas lelahnya. “Haaah!!”
“ Pegang tangan aku! Kamu gak bakalan bisa bertahan
lama.” Teriak Adrian mulai panik melihat kondisi gadis itu. Semua penonton
terkejut. Beberapa diantara mereka berteriak. Ada di antara mereka bergegas
pergi mengambil matras dan siaga di bawah. Mereka pun tak kalah tegang. Tangan berkeringat,
peluh mulai menetes, dan sukar menelan ludah.
“ Aku takut banget kalo dia jatuh.” Kata seorang
mahasiswa sambil memeluk tasnya. Ia tak memalingkan sedikit wajahnya dari
Adrian dan gadis itu. Gadis itu melumuri tangannya dengan tepung secara
bergantian. Ia mulai mengambil nafas panjang dan terus berjalan. Takk sedikit
pun mendengarkan kata-kata Adrian. Adrian sangat terheran-heran. Satu sisi ini
adalah pertandingan bergengsi dan satu sisi dia khawatir pada gadis itu.
Mereka dalam posisi yang sama dan berusaha merebut
bendera itu. Para mahasiswa di bawah tengah bersorak dan berteriak. Tegang, waspada, dan entah apa lagi kata-kata
yang bisa menggambarkan ekspresi mereka satu per satu. Hap..... bendera itu pun terlepas. Gadis itu
menggenggamnya dengan tangan kananya. Adrian sangat terkejut karena gerakannya
sangat cepat dan lihay. Gadis itu pun mengangkat bendera itu sambil tersenyum
lebar. “ Yaaaaa!” teriak gadis itu.
“AAAAA...” Sontak semua orang berteriak saat melihat
gadis itu kehilangan keseimbangannya. Adrian langsung merengkuh tangan gadis
itu. Ia berusaha bertahan. Perlahan tali Adrian pun mulai mengendur.
“Tahan.” Kata Adrian.
“Lepasin tangan gue. Tali lo ga kuat nahan beban kita!”
“Lo gila?!! Lo jatuh dan lo bi.....” Gadis itu memukul
tangan Adrian keras dengan tongkat bendera tersebut. Sontak saja Adrian
melepaskan tangan gadis itu. Gadis itu terjatuh. Sekalipun ada matras di bawah
namun tetap saja tubuh mungil itu terhempas dengan keras. Kratak... terdengar suara retakan dari tubuh gadis itu. Dan ia pun
tak sadarkan diri.
Adrian segera turun. Beberapa orang mulai mengerumuni
tubuh mungil itu. “ Awas!! Jangan angkat sembarangan!” Teriak Adrian berlari
menghampiri gadis itu. “Panggil ambulans!”
Ia menyentuh tubuh gadis itu perlahan. Tangannya
bergetar. Dengan hati-hati ia menggeser tubuh itu agar nyaman untuk terlentang.
Tampak sedikit darah keluar dari telinga gadis itu, kakinya pun tampak membiru.
Mobil ambulans pun datang. Adrian, Juan, dan Hikmal turut ikut dalam mobil ambulans.
kau berbohong atau tulus padaku, tatapanmu menjawab segalanya |
Angin semilir membelai rambut Adrian. Terlihat sekali
kecemasan tengah menghiasi wajah tampannya. Pandagannya terus menatap tubuh mungil
yang tengah terbaring di hadapannya. Ia mengamati
tangan kanannya yang sedikit membiru akibat pukulan waktu itu. Pikirannya pun menjadi kacau.
“hhhmmm..” terdengar suara lirih di hadapannya. Matanya
terbelelak melihat gadis itu mulai sadarkan diri. “ Haus.” Katanya lirih. Tak lama
kemudian dokter datang memeriksa keadaan gadis itu. Gadis itu hanya tersenyum. Sesekali
ia menahan tawa melihat wajah Adrian yang mendengarkan kata-kata dokter dengan
serius.
“ Fix. kaki kanan kamu terkilir dan jari kanan kamu
pun retak. Kamu harus bed rest
beberapa hari padahal bentar lagi kita ujian. Kamu sadar yang kamu lakuin, Ki?”
Kesal Adrian menatap gadis itu yang bukan lain adalah Kinan. Kinan yang sudah
tumbuh menjadi gadis mungil yang cantik dengan rambut panjangnya.
Kinan menahan tawa melihat Adrian. Ia hanya tersenyum
melihat Adrian yang duduk di sampingnya. Kinan meraih tangan kanan Adrian . Ia
menatap dan mengelus tangan kanan Adrian yang terluka dengan tangan kirinya. Adrian terdiam. Adrian pun
mengelus rambut Kinan pelan.
“ Makasih ya. Kalo gak ada tangan ini mungkin gue
lebih parah dari ini. Makasih Adrian.” Kata-kata Kinan seakan membius Adrian. Ia
hanya terdiam dan menatap wajah Kinan yang tersenyum padanya. Adrian memeluknya.
Jantungnya yang berdegup kencang mulai tenang saat Kinan ada dalam pelukannya. “
Hiya.. mau gue tonjok nih berani meluk gue.” Bisik Kinan.
“
Jangan pernah bikin aku khawatir lagi. Aku hampir gila mikirin kamu. Sekalipun sekarang
kamu nikam aku pake pisau pun aku bakalan pasrah.” Balas Adrian.